Kama bhumi dimana alam kehidupan yg penuh dengan nafsu indria dan masih terikat dgn panca indra, Dalam tiga puluh satu alam kehidupan terdapat satu kelompok alam yang disebut Kama Bhumi. Kama Bhumi adalah alam kehidupan yang makhluk-makhluknya masih senang dengan nafsu indera dan terikat dengan panca indera. Pada umumnya makhluk-makhluk yang berdiam di Kama Bhumi ini masihsuka menikmati kesenangan-kesenangan duniawi. Misalnya, makhluk yang berdiam di Manussa Bhumi itu masih memiliki nafsu. Namun, mereka kadang-kadang kecewa bila nafsu nya tdk trcapai. Mereka kadang-kadang sedih bila pesta usai, perpisahan,bila perjalanan ke tempat-tempat rekreasi berakhir, dan lain-lain. Kadang mereka merasakan senang,gembira,puas bila mana tercapai apa yg diinginkan. Dengan demikian, kesenangan-kesenangan duniawi itu bersifat tidak kekal. Oleh sebab itu, makhluk-makhluk yang berdiam di Kama Bhumi harus menyadari hakekat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya. Selanjutnya, mereka harus berusaha mempraktekkan ajaran-ajaran Sang Buddha dalam kehidupannya sehari-hari, agar mereka dapat terbebas dari kekecewaan, ketidakpuasan, atau dukkha.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa di alam semesta ini terdapat juga makhluk-makhluk yang masih memiliki nafsu indera. Mereka berdiam di Kama Bhumi.
Kama Bhumi terbagi 11 alam kehidupan, yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
A. Apaya Bhumi atau Duggati Bhumi, yang terdiri atas empat alam.
1. Niraya Bhumi atau alam neraka.
2. Peta Bhumi atau alam setan.
3. Asurakaya Bhumi atau alam raksasa asura.
4. Tiracchana Bhumi atau alam binatang.
B. Kamasugati Bhumi, yang terdiri atas tujuh alam.
1. Manussa Bhumi atau alam manusia, yang terdiri
atas satu alam.
2. Deva Bhumi atau alam dewa, yang terdiri atas enam alam.
Demikian penjelasan tentang KAMABHUMI yg merupakan salah satu kelompok alam dari 31 alam kehidupan ,yg trbagi mnjd 11 alam.
Sementara artikel ini sampai disini dulu,maklumlah..mataku sudah 5 watt da mulai muram 😩.
Jumat, 16 Oktober 2015
Kama bhumi
Hukum karma
Hukum karma adalah salah satu ajaran yang penting dalam agama Buddha. Hukum karma merupakan ajaran yang amat dalam dan rumit, maka untuk itu dibutuhkan suatu uraian yang terperinci untuk memahaminya.
Secara umum, karma berarti perbuatan. Umat Buddha memandang hukum karma sebagai hukum kosmis tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral (Kitab Hukum Karma) yang impersonal. Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup maupun yang tidak hidup) yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan.
Dengan kata lain, tidak ada sesuatu atau makhluk yang muncul tanpa ada sebab lebih dahulu. Kita berbicara tentang akibat bila sesuatu itu terjadi tergantung pada kejadian yang mendahuluinya dan kejadian mula yang menghasilkan kejadian berikutnya disebut ‘sebab’. Rumusan agama Buddha tentang sebab akibat (Paticcasamuppada) adalah :
Dengan adanya ini, terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, timbulah itu. Dengan tidak adanya ini, maka tidak ada itu. Dengan lenyapnya ini, maka lenyaplah itu.(Khuddhaka Nikaya, Udana 40)
Pernyataan ini merupakan teori relativitas yang digunakan pula untuk menerangkan tentang munculnya alam semesta. Ajaran agama Buddha menekankan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai Yang Agung, Mulia, Suci, Mutlak dan Impersonal. Sedangkan kemahakuasaan Tuhan dalam dhamma dijabarkan dalam hukum universal sebab akibat atau hukum relativitas yang Impersonal. Tentang alam semesta terjadi karena adanya hukum relativitas. Hukum ini meliputi seluruh semesta alam dan hukum ini bekerja dengan sendirinya. Menurut hukum ini alam semesta adalah dinamis atau selalu berubah dan setiap perubahan selalu terjadi secara relatif.
Ada perubahan yang berlangsung dengan cepat tetapi ada juga perubahan yang berlangsung dengan perlahan, sehingga perubahan yang perlahan ini tidak nampak atau sulit dimengerti oleh tidak bijaksana,
Contoh cara kerja hukum ini, adanya suatu keadaan disebabkan oleh suatu keadaan lain dan keadaan ini pun disebabkan oleh keadaan lain pula, begitu seterusnya. Cara kerja hukum ini mirip dengan hukum ilmu pengetahuan tentang aksi dan reaksi.
Hukum karma dapat di lihat dari 2 aspek, yaitu
Aspek kosmis dan aspek moral.
ASPEK KOSMIK
Hukum karma dalam aspek kosmis meliputi alam fisik dan psikis. Dipandang dari sisi kosmis, makhluk – makhluk hidup seperti manusia dan binatang adalah fenomena materi. Keberadaan manusia dan binatang adalah fenomena relatif karena mereka ada disebabkan adanya hal – hal lain seperti adanya makanan, minuman, matahari, dunia dan sebagainya. Mereka mengalami perubahan, muncul dan lenyap, seperti semua hal di dunia. Dunia pun akan mengalami proses perubahan, muncul dan lenyap. Demikian pula dengan alam semesta yang berisi banyak galaksi serta tata surya yang tidak terhitung banyaknya selalu berproses, muncul dan lenyap.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa walaupun aspek kosmis dari hukum karma Buddhis berlangung demikian, tetapi itu hanya merupakan implikasi dari konsepnya sebagai hukum sebab dan akibat. Yang sangat penting dari hukum ini adalah aspek kedua yang merupakan hukum moral. Dalam aspek ini hukum karma memegang peranan yang penting dalam ajaran etika Buddhis. Ajaran etika Buddhis tercermin dengan jelas dalam semua ajaran yang disampaikan oleh Sang Buddha selama hidup dia.
Ajaran karma Buddhis sebagai hukum moral menitik beratkan pada perbuatan – perbuatan manusia yang dilakukan melalui perbuatan jasmani, ucapan dan pikiran. Perbuatan perbuatan itu diklasifikasikan sebagai karma bila suatu perbuatan dilakukan karena adanya niat atau kehendak (Cetana). Suatu perbuatan tanpa niat atau kehendak tidak dapat disebut karma karena perbuatan itu tidak akan menghasilkan akibat moral bagi pembuatnya. Niat atau kehendak yang dimaksudkan dengan karma, seperti yang dikatakan Sang Buddha dalam Angutara Nikaya III :
“O para bhikkhu, kehendak yang saya maksudkan dengan karma. Seseorang karena memiliki kehendak dalam pikirannya maka ia melakukan perbuatan dengan jasmani, ucapan dan pikiran.”
ASPEK MORAL
Aspek moral menitiberatkan pada perbuatan kita sendiri.
Karma atau perbuatan dalam aspek moral mencakup nilai-nilai etika tentang baik dan buruk. Hal ini merupakan konsep yang lebih luas dari pada persoalan tentang benar dan salah bila dilihat dari sisi pandangan sehari hari tentang makna dari kata itu. Apa yang dianggap benar menurut pandangan umum Mungkin tidak baik dalam pengertian moral, demikian pula dengan kata buruk. Misalnya menurut pandangan umum adalah benar bila tentara membunuh musuh dalam pertempuran. Tetapi pembunuhan ini tidak benar menurut hukum moral. Menurut pandangan moral Buddhis suatu pembunuhan adalah pelanggaran hukum moral, pembunuhan ini dipandang sebagai perbuatan karma buruk. Ajaran agama Buddha menganjurkan kita untuk mengembangkan perasaan cinta kasih (metta) dan kasih sayang (karuna) terhadap semua makhluk. Anjuran ini meliputi perasaan memusuhi makhluk hidup harus dilenyapkan.
Prinsip dasar dari hukum karma adalah barang siapa yang menanam maka dia yang akan memetik hasilnya apakah hasil itu baik atau buruk. Perbuatan baik atau buruk dinilai berdasarkan pada akibat yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang dialami oleh pembuat. Seseorang yang telah melakukan karma buruk pasti menderita karena menerima hasil perbuatannya sendiri. Kita tidak mungkin menghindarkan diri dari akibat yang tidak menyenangkan yang dihasilkan oleh karma buruk yang telah kita lakukan.
Sehubungan dengan hal ini Sang Buddha berkata :
Tidak di angkasa, di tengah lautan atau pun di dalam gua – gua gunung, tidak dimanapun seseorang dapat menyembunyikan dirinya dari akibat perbuatan– perbuatan jahatnya.(Dhammapada 127)
Dalam aspek moral karma merupakan ajaran kembar dengan kelahiran kembali. Menurut hukum sebab akibat ini, seseorang adalah hasil perbuatannya sendiri. Ia sendiri yang menyebabkan keberadaanya dan ia sendiri yang bertanggung jawab untuk masa depannya. Pada kelahiran yang lampau pun seseorang telah menyatakan kehendak melalui perbuatan jasmani, ucapan atau pikiran, maka berdasarkan pada perbuatan perbuatannya itu sekarang ia hidup. Kondisi dan lingkungan tempat kelahiran seseorang ditentukan oleh karma dari kehidupannya yang lampau. Pada kehidupan sekarang ini, seseorang menerima hasil sebagai akibat karmanya yang lampau dan melakukan karma-karma yang baru. Karma baru dan karma lampau yang belum berbuah akan membentuk kondisi tempat kelahirannya pada masa kehidupan yang berikut. Setiap orang memiliki kebebasan untuk melakukan perbuatan baik atau buruk. Bila pada kehidupan ini seseorang telah melakukan perbuatan buruk dan ia menyadari bahwa perbuatannya itu adalah buruk serta akan menghasilkan akibat yang tidak menyenangkan, maka agar akibat karma buruk itu tidak terlalu berat atau tidak efektif ia harus melakukan banyak perbuatan baik.
Untuk memperjelas hal ini, misalnya disebuah desa ada seorang yang bernama A. A mencuri Rp 1000 dari si B, tetapi sebelum B mengetahui A yang mencuri, A yang menyadari bahwa perbuatannya adalah salah, merasa takut bila perbuatannya ketahuan maka ia pindah ke kota. Di kota, A bekerja dengan rajin dan berusaha dengan sungguh – sungguh sehingga setelah beberapa tahun ia menjadi kaya. Dengan kekayaan ini A melakukan banyak perbuatan baik dengan berdana kepada orang-orang yang membutuhkan di sekitarnya maupun yang jauh. Tetapi tidak lama setelah A meninggalkan desanya, B mengetahui bahwa A adalah orang yang mencuri uangnya. Beberapa tahun kemudian B mengetahui dimana A berada. B mendatangi orang-orang di sekitar tempat A dan memberitahukan kepada orang-orang bahwa A adalah seorang maling, karena A telah mencuri Rp 1000 darinya. Namun orang orang di kota itu tidak memperdulikan kata kata B, malahan orang-orang itu membela A.
Dari contoh diatas kita lihat bahwa karma buruk tetap berbuah, tetapi akibatnya tidak berat atau tidak efektif sama sekali karena perbuatan baik yang dilakukan manfaatnya besar sekali. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan dan penderitaan tergantung pada diri kita sendiri.
Demikian penjelasan dari arti hukum karma,pelajaran hukum karma ini sangat luas,karena ini pelajaran dasar agama Buddha.
Jumat, 09 Oktober 2015
Anak kita beralih agama lain....?
Si A: ”Wah, pusing nih, besok kalau gue meninggal kayaknya kagak disembahyangi nih, habis pegang hio, pasang foto gue dibilangin sama anak tidak boleh”
Si B: “Bukan loe aja, kalau bini gua beli banyak buah-buahan buat sembahyang, anak gue kagak ada satupun yang mau makan, katanya nggak boleh karena bekas sembahyang. Jadi di mesti buang, akhirnya beli seadanya saja”
Si C:”Itu mah belum parah, yang parah tuh kalau gue lagi sembahyang leluhur dibilangin lagi sembah berhala, entar bisa jatuh ke Neraka“
Contoh pembicaraan diatas adalah cuplikan yang tidak jarang kita dengar saat anak anak kita tlah beralih agama. Apakah hanya sebatas itu yang Anda harapkan dari anak Anda? Apakah Anda takut tidak ada yang menyembahyangkan sesudah Anda meninggal, Apakah kita mengusir anak kita ,Apakah kita melarang untuk kebebasan memilih agama atau sekadar ingin dia hanya ikut pasang-pasang hio, dan sebagainya.
Tidak demikian tentunya! Sesungguhnya yang kita inginkan adalah agar anak kita dapat tumbuh menjadi anak yang baik, berbakti, pintar, bermoral, mempunyai ketahanan yang baik dalam menghadapi segala jenis masalah hidup, dan sebagainya. Aspek spiritual adalah aspek yang sangat mendasar dan paling penting dalam kehidupan baik bagi Anda maupun anak anda.
Masalah yang diungkapkan di atas, jika diartikan secara lebih khusus adalah, “Bagaimana orangtua Buddhis dapat mengajarkan ajaran Buddha dengan baik kepada anak-anaknya? Pada kenyataaannya, aspek ini hampir terabaikan begitu saja. Bandingkan dengan para orangtua dari non-Buddhis, yang sejak kecil anaknya sudah dibaptis ataupun dipermandikan menjadi pengikut agama yang telah diyakini oleh orangtuanya. Orangtua Buddhis cenderung bersifat acuh tak acuh, dan dengan argumen bahwa biarlah kelak anaknya bisa memilih agamanya sendiri, yang penting semua agama sama, mengajarkan kebaikan. Apakah benar demikian?
Artikel ini dituis untuk dapat dijadikan sebagai bahan perenungan bagi para orangtua Buddhis, yang sebagian besar dikutip dari “Bagaimana Mengajarkan Agama Buddha Pada Anak” yang pernah dimuat di Majalah Dhammacakka,
Jika kita berada di negara Buddhis, di tengah-tengah tradisi Buddhis yang telah berabad-abad lamanya, posisi seorang anak Buddhis jauh lebih mudah. Namun tidak demikian dengan di Indonesia, di mana Buddhis merupakan minoritas dan dikelilingi oleh berbagai agama lain, sehingga dapatlah dimengerti peran orangtua merupakan faktor yang terpenting dalam menanamkan keyakinan pada anaknya.Dan perlu disadari penanaman keyakinan pada anak kita secara otomatis akan berkaitan dengan cara hidup yang benar. Tanamkan keyakinan pada anak Anda sejak kecil mengenai kebesaran dan keagungan Sang Buddha.
Adalah suatu ide yang sangat penting, bila sejak kecil anak-anak harus dilatih untuk yakin akan keagungan dan kemuliaan Sang Buddha. Penggunaan patung ataupun gambar Sang Buddha adalah suatu ide yang bagus untuk mengajarkan anak kita memberikan penghormatan kepada Sang Buddha, sebagai guru yang agung untuk manusia. Jelaskan bahwa penggunaan patung Buddha ini sebagai objek konsentrasi dan penghormatan, bukanlah penyembahan berhala seperti yang sering diajarkan oleh para pendidik agama non-Buddhis yang mengharuskan anak kita mengikuti pelajaran agamanya di sekolah yang berada dalam naungan suatu agama tertentu. Penggunaan patung Buddha sebagai objek penghormatan ini menjadi lebih efektif untuk mengingatkan kita kepada Sang Guru Agung dibandingkan simbol-simbol lain. Ibarat seorang anak yang menyimpan foto orangtuanya akan memudahkan dia untuk mengingat sifat-sifat luhur orangtua dibandingkan dengan barang-barang yang langsung pernah diberikan kepadanya.
Dapat pula dijelaskan kepada anak-anak bahwa objek-objek konsentrasi dan penghormatan ini tidak hanya digunakan oleh agama Buddha, tetapi semua agama di dunia menggunakan objek yang berbeda-beda. Agama Hindu menggunakan patung, agama Katolik menggunakan patung dan salib, Agama Kristen menggunakan Salib, dan lain sebagainya.
Demikian juga halnya penghormatan terhadap anggota Sangha (bhikkhu/bhiksuni) dengan bersujud ataupun bernamaskara. Perlu dijelaskan bahwa itu merupakan cara penghormatan yang tidak lain seperti penghormatan pada tradisi-tradisi lain, dan bukanlah menyembah orangnya.
Aspek filsafat dari Buddhisme yang cenderung terlalu dalam untuk dimengerti anak-anak dapat dituangkan dalam upacara-upacara sederhana yang lebih praktis untuk anak-anak. Latihlah anak-anak untuk melakukan upacara-upacara sederhana seperti persembahan air, dupa, lilin, ataupun bunga di altar di depan patung/gambar Sang Buddha. Bahkan perlu juga dijelaskan secara sederhana arti dari persembahan-persembahan tersebut. Dengan demikian akan mengembangkan kebiasaan menghormati dan merenungkan sifat-sifat mulia Sang Buddha sejak kecil.
Mengembangkan welas-asih anak Anda sejak kecil juga penting, karena selain dapat meningkatkan kepedulian terhadap mereka yang kurang beruntung, juga dapat membuat anak-anak lebih menghargai segala sesuatu yang mereka miliki sekarang. Untuk itu, ajaklah anak Anda untuk melakukan Meditasi Cinta Kasih setiap malam menjelang waktu tidur mereka.
Memberikan visudhi kepada anak juga merupakan suatu hal yang sangat baik untuk mempertebal keyakinan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Dalam artikel ini mungkin ada inspirasi bagi pembaca agar bilamana suatu saat anak anak kita memilih kepercayaan ny sendiri.
Selasa, 06 Oktober 2015
Tempat ibadah umat buddha
Arama,Vihara,Cetiya sama2 merupakan tempat beribadah agama buddha.perbedaannya hanya pada fasilitas yg di sediakan.bukan pada luas tempatnya
Arama
Arama memiliki ruang sembayang untuk umum, Dhammasala, Uposatha, Kuti(tempat tinggal para bhikhu/bhikhuni), Perpustakaan,dan Taman yang luas.taman ini biasanya digunakan sebagai tempat meditasi bisa juga untuk pendidikan bagi bikhu di ruang terbuka.
Vihara
Vihara memiliki ruang sembayang untuk umum, Dhammasala, Uposatha, Kuti(tempat tinggal para bhikhu/bhikhuni),Perpustakaan.tapi tidak memiliki taman.
Cetiya
Cetiya hanya memiliki ruang sembayang untuk umum.tidak memiliki ruang dhammasala,uposatha,maupun kuti.
Adapun tempat tempat untuk melakukan kebaktian seperti Dharma Prasadha, Dharma Sala, Dharma Loka, Samadhi Loka, dll.
Dharma Prasadha yaitu tempat sembahyang Agama Buddha yang dipergunakan juga untuk khotbah.
Kuti yaitu tempat tinggal para Bhiksu
Sasana yaitu tempat belajar Agama Buddha atau perpustakaan
Dharma Sala yaitu ruangan sembahyang, upacara dan khotbah ajaran Buddha
Dharma Loka yaitu tempat khotbah Agama Buddha
Samadhi Loka yaitu Ruangan Samadi
Kebanyakan Vihara maupun Arama mengabungkan ruang sembayang untuk umum dengan ruang dhammasala.jika yang lebih besar bangunannya.ada yg memisahkan ruangnya.ruang dhammasala biasanya berfungsi sebagai tempat membeberkan dharma.tetapi bykan ruang ini digabungkan dengan ruang sembayang umum sehingga juga berfungsi sebagai tempat kebaktian&puja bakti.
Demikian dari artikel ini untuk pengetahuan dasar kita tentang tempat ibadah agama Buddha.
Jumat, 02 Oktober 2015
31 alam menurut ajaran Buddhis
Ada 31 alam kehidupan dalam ajaran Buddhis,smua alam ini diisi oleh mahkluk2 yg menjalankn sesuai karma mereka.dialam ini mereka masih mengalamin kelahiran,penderitaan dan kematian,dialam ini smuanya tdk kekal.31 alam ini dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu;
A. KAMA BHUMI terdiri dari 11 alam.
B. RUPA BHUMI terdiri dari 16 alam.
C. ARUPA BHUMI terdiri dari 4 alam.
A.KAMA BHUMI yaitu alam kehidupan dimana mahkluk2 masih
terikat pada nafsu indra dan panca indra, KAMA BHUMI ini dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu;
a. APAYA BHUMI ada 4 alam kehidupan yg menyedihkan.
b. KAMASUGHATI BHUMI ada 7 alam kehidupan yg dipenuhi
dengan nafsu indra.
a. APAYA BHUMI adalah alam kehidupan yg menyedihkan,
alam ini terbagi menjadi 4 alam yaitu;
1.NIRAYA BHUMI
2.TIRACCHANA BHUMI
3. PETA BHUMI
4. ASURAKAYA BHUMI
1. NIRAYA BHUMI
yaitu alam neraka,alam ini tidak terdapat
kesenangan dan kebahagian,alam ini dibagi beberapa bagian
yaitu;
- Sanjiva neraka.
- Kalasutta neraka.
- Sanghata neraka.
- Roruva neraka.
- Maharoruva neraka.
- Tapana neraka.
- Mahatapana neraka.
- Avici neraka. (Devadatta berada di alam ini)
Pembagian alam neraka ini berdasarkan perbuatan
tidak baik, buruk dan jahat.
2. TIRACCANA BHUMI
Yaitu alam binatang,mahkluk yg berada
dialam ini tidak pernah mendapatkan kebahagian,dalam
alam ini tidak menyediakan kondisi yg cocok untuk
perbuatan jasa.
mahkluk binatang ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu;
1.kelompok mahkluk binatang yang dapat dilihat oleh mata
biasa.
2.kelompok mahkluk binatang yang tidak dapat dilihat oleh
mata biasa.
Mahluk binatang ini jg di kelompokan berdasarkan jumlah
kaki nya
-Apadatiracchana ; kelompok mahkluk binatang yg tidak
mempunyai kaki.
-Dvipadatiracchana ; kelompok mahkluk binatang yg
mempunyai dua kaki.
-Catupadatiracchana ; kelompok mahkluk binatang yg
mempunyai empat kaki.
-Bahupadatiracchana ; kelompok mahkluk binatang yg
mempunyai seribu kaki.
3. PETA BHUMI
Yaitu alam setan dimana mahkluk yg diam di alam ini jauh
dari kesenangan dan kebahagian.mahkluk ini tidak
mempunyai tempat sendiri,mereka tinggal di alam manusia
seperti di pohon,gunung dan lain ny.
Alam setan ini dibagi menjadi beberapa kelompok ;
1.PETA 4
2.PETA 12
3.PETA 21
1.PETA 4 (tertera dalam kitab petavatthu atthakatha)
- Parattupajivika peta : setan yg hidup ny dipelihara dan
mendapatkan makanan dari orang yg sembayang.
- Khupapipasikha peta : setan yg slalu lapar dan haus.
- Nijjhamatanhika peta : setan yg slalu kepanasan.
- Kalakancika peta : setan asura.
2.PETA 12 (tertera dalam kitab gambhilokapannatti)
- Vantasa peta : setan yg memakan air liur,dahak dan
muntahan.
- Kunapasa peta : setan yg memakan mayat manusia
dan binatang.
- Guthakhadaka peta: setan yg memakan kotoran.
- Aggijalamukha peta: setan yg mulutnya slalu ada api.
- Sucimuja peta: setan yg mulutnya sekecil lobang
jarum.
- Tanhattika peta: setan yg dikuasai tanha ( nafsu)
sehingga mereka slalu lapar dan haus.
- Sunijjhamaka peta: setan yg bertubuh hitam
seperti arang.
- Sutangga peta: setan yg memiliki kuku di kaki dan
tangan yg panjang seperti pisau.
- Pabbatanga peta: setan yg bertubuh setinggi gunung.
- Ajagaranga peta: setan yg bertubuh seperti ular.
- Vemanika peta: setan yg menderita diwaktu siang dan
senang diwaktu malam hari.
- Mahidadhika peta: setan yg mempunyai kekuatan
gaib.
3.PETA 21 (tertera dalam kitab vinaya dan
lakhanasanyutta)
- Attikhasansikha peta: setan yg mempunyai tulang
sambung tapi tidak mempunyai daging.
- Mansapesika peta: setan yg mempunyai daging
terpecah2 tapi tidak mempunyai tulang.
- Mansapinada peta: setan yg daging nya berkeping2
- Nicachaviparisa peta: setan yg tak punya kulit.
- Asiloma peta: setan yg berbulu tajam.
- Sattiloma peta: setan yg berbulu tombak.
- Usuloma peta: setan yg berbulu anak panah.
- Suciloma peta: setan yg berbulu jarum.
- Dutiyasuciloma: setan yg berbulu jarum yg lebih halus.
- Kumabhanda peta: setan yg mempunyai buah
kemaluan yg sangat besar.
- Guthakupanimugga peta: setan yg hidup dengan
bergelimangan kotoran.
- Guthakhadaka peta: setan yang makan kotoran.
- Nicachavitaka peta: setan wanita yg tidak mempunyai
kulit.
- Dugagandha peta: setan yg berbau busuk.
- Ogilini peta: setan yg badanny sprt bara api.
- Asisa peta: setan yg tidak mempunyai kepala.
- Bhikkhu peta: setan yg menyerupai bhikkhu.
- Bhikkhuni peta:-------------\\-------------- bhikkhuni.
- Samanera peta: setan yg menyerupai samanera.
- Samaneri peta : ---------------\\------------ samaneri.
4. ASURAKAYA BHUMI.
Yaitu suatu alam yg mahkluk ini jauh dari kemulian,
kebebasan Dan kesenangan.ada 3 kelompok mahkluk
Asura tersebut yaitu:
1. Dewa asura yaitu kelompok dewa yg disebut asura.
2. Peta asura yaitu kelompok setan yg disebut asura.
3. Niraya asura yaitu neraka yg disebut asura.
b.KAMASUGHATI BUMI
Dalam alam kehidupan ini penuh dengan hawa nafsu dan nafsu
panca indra.alam kehidupan ini dibagi 7 kelompok yaitu:
1.MANUSSA BHUMI.
Yaitu alam kehidupan ini disebut alam manusia.pikiran mahkluk
dialam ini sangat cerdas dan bisa membedakan mana yg baik
dan mana yg buruk.dalam alam ini mahkluk ini mempunyai
kesempatan mencapai NIBBANA.alam ini disebut alam bahagia
(sugati bhumi).
2. CATUMMAHARAJIKA BHUMI.
Yaitu alam 4 raja dewa. Alam ini terdiri dari 4 raja dewa.
1.Deva dhataratha , dewa bagian timur (dewa musisi).
2.Deva virulhaka , dewa bagian selatan (dewa penjaga gunung
hutan dan harta karun).
3.Deva viruphaka, dewa bagian barat (dewa pemimpin para
naga)
4.Deva vessavana, dewa bagin utara ( dewa pemimpin
mahkluk halus).
3. TIVATIMSA BHUMI.
Yaitu alam tiga puluh tiga dewa,dulu ada 33 pria yg selalu
bekerja sama dalam berbuat kebajikan,sehingga pada saat
mereka meninggal dunia mereka terlahir daflam satu alam.
4. YAMA BHUMI.
Yaitu alam dimana para dewa yg hidup dialam ini terbebas dari
kesulitan,yg ada hanya kesenangan.
5. TUSITA BHUMI.
Yaitu alam dimana para dewa yg hidup terbebas dari
kepanasan hati yg ada hanya kebahagian.
6. NIMMANARATI BHUMI.
Yaitu alam para dewa yg menikmati hasil ciptanya sendiri dan
dari objek pikiran nya sendiri.
7. PARANIMMITAVASAVATTI BHUMI.
Yaitu alam dewa yg membantu ciptaan dari para dewa lainnya).
B.RUPA BHUMI.
Rupa bumi ada 16 alam kehidupan para Rupa brama (mahkluk yg
mempunyai rupa jhana)mahkluk yg memiliki rupa jhana ini akan
terlahir di alam ini,sesaat sebelum kematian ny masih memiliki
kekuatan jhana ny.alam ini dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:
1. ATHAMAJJHANA BHUMI ,dibagi 3 alam kehidupan jhana pertama.
1. Brahma parisajja-bhumi : alam para pengikut brahma.
2. Brahma purohita-bhumi : alam para menterinya brahma.
3. Maha brahma-bhumi : alam brahma yang besar.
2.DUTIYAJJHANA BHUMI,dibagi 3 alam kehidupan jhana kedua.
1. Brahma parittabha-bhumi : alam para brahma yang kemilau
cahayanya kecil.
2. Brahma appamanabha-bhumi : alam para brahma yang
kemilau cahayanya tak terbatas.
3. Brahma abhassara-bhumi : alam para brahma yang kemilau
cahaya ny gemerlap.
3. TATIYAJJHANA BHUMI ,dibagi 3 alam kehidupan jhana ketiga.
1. Brahma parittasubha-bhumi : alam para brahma yang auranya
kecil
2. Brahma appamanasubha-bhumi : alam para brahma yang
aura nya tak terbatas.
3. Brahma subhakinha-bhumi : alam para brahma yang auranya
penuh dan tetap.
4. CATUTTHAJJHANA BHUMI ,terbagi 7 alam kehidupan jhana
keempat.
1. Brahma vehapphala-bhumi : alam para brahma yang besar
pahalanya.
2. Brahma asannasatta-bhumi : alam para brahma yang tidak
mempunyai kesadaran(hanya jasmani dan rohani).
Selanjutnya, alam-alam dari jhana keempat ini di namai alam
suddhavassa 5. 5 alam kediaman yang murni, alam kehidupan
khusus para anagami.
3. Brahma aviha-bhumi : alam para brahma yang tahan lama.
4. Brahma atappa-bhumi : alam para brahma yang tentram.
5. Brahma sudassa-bhumi : alam para brahma yang indah.
6. Brahma sudassi-bhumi : alam para brahma yang berpandangan
terang
7. Brahma akanittha-bhumi : alam para brahma yang luhur.
Penjelasan ;
Anagami yang akan lahir di alam suddhavasa, adalah beliau
yang mempunyai pancamajjhana-kusala dan 5 indriya yang
kuat yaitu :
a. Beliau yang kuat dalam keyakinan ( saddindriya ), lahir di
alam aviha-bhumi.
b. Beliau yang kuat dalam usaha ( viriyindriya ), lahir di
atappabhumi.
c. Beliau yang kuat dalam kesadaran ( satindriya ), lahir di
sudassa-bhumi.
d. Beliau yang kuat dalam konsentrasi ( samadhindriya ), lahir di
sudassi-bhumi.
e. Beliau yang kuat dalam kebijaksanaan ( pannindriya ), lahir di
akanittha-bhumi.
C.ARUPA BHUMI.
Arupa-bhumi adalah alam kehidupan tempat tinggal para
arupa-brahma ( makhluk yang mempunyai arupa-jhana ).terbagi
4 alam;
1. Akasanancayatana-bhumi : Keadaan dari konsepsi kesadaran
ruangan yang tanpa batas.
2. Vinnanancayatana-bhumi : Keadaan dari konsepsi kesadaran
tanpa batas.
3. Akincannayatana-bhumi : Keadaan dari konsepsi kekosongan.
4. Nevasannanasannayatana-bhumi : Keadaan dari konsepsi
bukan pencerapan pun bukan tidak pencerapan.
Penjelasan :
a. Rupa-brahma berarti brahma bermateri, yaitu brahma yang
mempunyai pancakkhanda ( lima kelompok kehidupan ).
b. Arupa-brahma berarti brahma tak bermateri, yaitu brahma
yang hanya mempunyai namakkhandha
( kelompok batin : vedanakkhandha, sannakkhandha,
sankharakkhandha, dan vinnanakkhandha ), tidak
mempunyai rupakkhandha ( kelompok jasmani/materi ).
c. Dalam rupa-bhumi 16, ada alam yang bernama
“ asannasatta-bhumi “
( lihat No. 2, bagian 3-4 catuttha jhana bhumi 7,
dalam rupa-bhumi 16 ). Brahma asannasatta ini hanya
mempunyai jasmani ( rupa ), tidak mempunyai
batin ( nama ).
PERLU DIKETAHUI :
1. Dalam 31 alam kehidupan, sesuai dengan jalannya hukum
karma, kita pernah dilahirkan pada 26 alam kehidupan
( tidak termasuk alam suddhavasa 5 ), karena alam suddhavasa
khusus untuk anagami. Anagami yang berada di alam
suddhavasa tidak akan dilahirkan lagi pada alam-alam
kehidupan yang lain, mereka akan menjadi arahat di alam
suddhavasa 5.
2. Yang Maha Sempurna Buddha Gotama juga pernah mengajarkan
tentang orang halus di surga, yang disebut dewa.
3. Apaya-bhumi 4 ditambah dengan kamasugati-bhumi 7
disebut kama-bhumi 11.
Rupa-bhumi 16 ditambah dengan arupa-bhumi 4
disebut brahma-bhumi 20.
Kamasugati-bhumi 7 ditambah dengan brahma-bhumi 20
disebut sugati-bhumi 27.
Sugati-bhumi 27 ditambah dengan apaya-bhumi atau
dugati-ahetuka-bhumi 4 disebut bhumi 31,
atau disebut 31 alam kehidupan.
Telah diedit dari sumber nya.www. bluelotus4happiness.blogspot.com
Sumber : Abhidhammatthasangaha oleh Pandit J. Kaharuddin
Posted via Blogaway
Sabtu, 26 September 2015
8 Jalan Utama yang dilakukan umat Buddhis
Ada 8 jalan utama yang merupakan jalan untuk menghindari karma buruk oleh umat Buddhis
1. Pengertian Benar (sammâ-ditthi)
2. Pikiran Benar (sammâ-sankappa) Sila
3. Ucapan Benar (sammâ-väcä)
4. Perbuatan Benar (sammâ-kammanta)
5. Pencaharian Benar (sammâ-ajiva) Samâdhi
6. Daya-upaya Benar (sammâ-vâyama)
7. Perhatian Benar (sammâ-sati)
8. Konsentrasi Benar (sammâ-samâdhi)
Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga) dibabarkan sebagai berikut:
1. Pengertian Benar (Sammã Ditthi)
Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap
a. Empat Kesunyataan Mulia
b. Hukum Tilakkhana (Tiga Corak Umum)
c. Hukum Paticca-Samuppäda
d. Hukum Kamma
2. Pikiran Benar (Sammã Sankappa)
Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:
a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (nekkhamma-sankappa).
b. Pikiran yang bebas dari kebencian (avyäpäda-sankappa)
c. Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihimsä-sankappa)
3. Ucapan Benar (Sammã Vãca)
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musãvãdã), memfitnah (pisunãvãcã), berucap kasar/caci maki (pharusavãcã), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalãpã). Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :
a. Ucapan itu benar
b. Ucapan itu beralasan
c. Ucapan itu berfaedah
d. Ucapan itu tepat pada waktunya
4. Perbuatan Benar (Sammã Kammantã)
Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.
5. Penghidupan Benar (Sammã Ãjiva)
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari (Anguttara Nikaya, III, 153), yaitu:
a. makhluk hidup
b. senjata
c. daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup
d. minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan,
e. racun
Dan terdapat pula lima pencaharian salah yang harus dihindari (Majjima Nikaya. 117), yaitu:
a. Penipuan
b. Ketidak-setiaan
c. Penujuman
d. Kecurangan
e. Memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat)
6. Usaha Benar (Sammã Vãyama)
Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.
7. Perhatian Benar (Sammã Sati)
Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:
- perhatian penuh terhadap badan jasmani (kãyãnupassanã)
- perhatian penuh terhadap perasaan (vedanãnupassanã)
- perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassanã)
- perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassanã)
Keempat bentuk tindakan tersebut bisa disebut sebagai Vipassanã Bhãvanã.
8. Konsentrasi Benar (Sammã Samãdhi)
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam. Cara ini disebut dengan Samatha Bhãvanã. Tingkatan-tingkatan konsentrasi dalam pemusatan pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam empat proses pencapaian Jhana, yaitu:
- Bebas dari nafsu-nafsu indria dan pikiran jahat, ia memasuki dan berdiam dalam Jhãna pertama, di mana vitakka (penempatan pikiran pada objek) dan vicãra (mempertahankan pikiran pada objek) masih ada, yang disertai dengan kegiuran dan kesenagan (piti dan sukha).
- Dengan menghilangkan vitakka dan vicara, ia memasuki dan berdiam dalam Jhãna kedua, yang merupakan ketenangan batin, bebas dari vitakka dan vicãra, memiliki kegiuran (piti) dan kesenangan (sukha) yang timbul dari konsentrasi.
- Dengan meninggalkan kegiuran, ia berdiam dalam ketenangan, penuh perhatian dan sadar, dan merasakan tubuhnya dalam keadaan senang. Dia masuk dan berdiam dalam Jhãna ketiga.
- Dengan meninggalkan kesenangan dan kesedihan, dia memasuki dan berdiam dalam Jhãna keempat, keadaan yang benar-benar tenang dan penuh kesadaran di mana kesenangan dan kesedihan tidak dapat muncul dalam dirinya.
Siswa yang telah berhasil melaksanakan Delapan Jalan Utama memperoleh :
1. Sila-visuddhi - Kesucian Sila sebagai hasil dari pelaksanaan Sila dan terkikis habisnya Kilesa (Kekotoran batin).
2. Citta-visuddhi - Kesucian Bathin sebagai hasil dari pelaksanaan Samadhi dan terkikis habisnya Nivarana (Rintangan batin).
3. Ditthi-visuddhi - Kesucian Pandangan sebagai hasil dari pelaksanaan Pañña dan terkikis habisnya Anusaya (Kecenderungan berprasangka).
Jumat, 25 September 2015
Paritta Namaskara Gatha
Namaskara Gatha adalah syair yang diucapkan ketika kita melakukan sujud kepada Buddha Dhamma dan Sangha. Setiap kita berdoa di depan altar kita wajib bersujud atau bernamaskara. Sebelum bersujud atau bernamaskara kita wajib mengucapkan kalimat Namaskara Gatha.
Namaskara Gatha berasal dari dua kata yaitu Namaskara dan Gatha. Kata Namaskara berarti menghormat dengan cara bersujud dengan membentuk lima titik di lantai, dan kata Gatha artinya syair. Jadi Namaskara Gatha artinya syair yang dibacakan ketika hendak melakukan penghormatan dengan cara bersujud.
Namaskara Gatha ini khusus ditujukan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha yang disebut Tri Ratna. Jadi jika kita melakukan Namaskara bukan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha, maka tidak perlu membacakan Namaskara Gatha. Jika kita bersujud kepada para Bodhisatva, Orang tua, bhikkhu, dll dilakukan tanpa membacakan Namaskara Gatha.
Membacakan Namaskara Gatha hendaknya dilakukan dengan penuh hikmat. Artinya ketika kita membacakan Namaskara Gatha hendaknya dengan hati yang tulus dan meresapi arti kata per kata yang dikandung dalam syair tersebut. Adalah tidak sopan bila membacakan Namaskara Gatha dengan nada dan suara yang tidak pas. Nada yang tidak pas adalah bila dibacakan dengan nada yang tidak teratur misalnya terlalu lembek tau pelan atau terlalu cepat. Sura yang tidak pas dalam membaca Namaskara Gataha misalnya jika membacanya atau melafalkannya dengan suara yang teralalu keras atau dengan suarua yang terlalu lemah. Pengucapan kata per kata harus jelas dan penuh kekuatan.
Namaskara Gatha umumnya dibacakan secara bersama-sama ketika kebaktian umum akan dimulai. Tetapi Namaskara juga boleh dibacakan secara perorangan ketika ia hendak bernamaskara. Membaca Namaskara hendaknya tidak hanya hafal syair nya saja, tetapi hendaknya mengerti dan meresapi arti kalimat tersebut. Namaskara Gatha dibaca dan diartikan sebagai berikut :
Namaskara Gatha
“ARAHANG SAMMASAMBUDDHO BHAGAVA, BUDDHANG BHAGAVANTANG ABHIVADEMI”
(Sujud 1 x)
Artinya: “Bhagava Yang Maha Suci Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna, Aku bersujud kepada Buddha, Sang Bhagava”
“SVAKKHATO BHAGAVATA DHAMMO, DHAMMANG NAMASSAMI”
(Sujud 1 x)
Artinya: “Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Bhagava, Aku bersujud kepada Dhamma”
“SUPATIPANNO BHAGAVATO SAVAKASANGHO, SANGHANG NAMAMI” (Sujud 1 x)
Artinya: “Sangha Siswa Bhagava telah bertindak sempurna, Aku bersujud kepada Sangha”
Demikian keterangan dan makna dari paritta ini,dan kita harus membaca dengan hati yang tulus...
Rabu, 23 September 2015
Roh,hantu,setan,kemasukan mahluk gaib, ...dari sudut pandang Buddhis gimana?
Kadang aku pernah bertanya pada diri sendiri, dan merasa heran, apa benar ada hantu..dan sering membuat aku ketakutan.ini sering terjadi saat berjalan sendiri terasa bulu roma berdiri,entah karena kedinginan atau karena ada hantu yang bakalan datang.
Dulu semasa aku zaman esde, sering ditakutin sama teman saat melihat orang meninggal karena kecelakaan, yang parah nya teman ku ini mengatakan bahwa roh nya tadi malam nya datang mencari aku,karena ketakutan sampai seminggu ngak keluar rumah,begitu pulang sekolah langsung kekamar,beli hu thau(zimat) tempel didepan pintu kamar.tidak berani nonton film horor ..😂 .
Masih ingat kan jelangkung, nah ini sampai sekarang masih trauma..pernah juga, kurang kerjaan dengan teman2 mencoba permainan ini,teman ku kemasukan aku dengan beberapa teman lari terbirit hingga sandal yang baru dibeli pun hilang, entah diambil sama hantu nya atau ketinggalan hingga sekarang masih misteri..😁
Ini singkat ceritaku tentang masa kalau mengingat judul artikel ini.
Untuk membahas topik kali ini melalui jalur ajaran Sang Buddha, pertama tama saya tanya melalui via mbah google dan mendapatkan beberapa pemecahan masalah ini, kalo ditanya hantu atau setan tu ada gk sih..? Jawaban ny ada, trus menganggu gk? Hantu atau setan tidak pernah menganggu kita,karena alam mereka berbeda,penampakan atau sejenisny itu hanya ketakutan dari diri kita sendiri..ini beneran..pernah gk kita di lukai ma hantu?gk kan?klo pun ada segera visum,tuntut,selesai..kan?😁
Skrg sudah mengerti melalui ajaran Buddhis aku mendapatkan jawaban ny...
Khotbah di luar dinding
Tirokuddham sutta
1.
Di luar dinding mereka berdiri dan menunggu,
Dan di perempatan serta pertigaan jalan:
Kembali ke rumah mereka yang dahulu,
Mereka menunggu di samping tiang-tiang gerbang.
2.
Tetapi ketika pesta besar disiapkan
Dengan beraneka ragam makanan dan minuman,
Bahwasanya tak seorang pun mengingat
Mahluk-mahluk itu berasal dari tindakan-tindakan lampau mereka.
3.
Demikianlah mereka yang (adalah) penuh kasih sayang
Di hati memberi bagi sanak saudara
Minuman dan makanan seperti itu yang murni
Dan baik serta cocok pada saat-saat ini:
4.
‘Maka biarlah ini untuk sanak-saudara
’‘Semoga sanak-saudara memperoleh kebahagiaan.
’Mahluk-mahluk halus dari sanak saudara yang telah meninggal ini
Yang berhimpun dan berkumpul di sana
5.
Dengan bersemangat akan memberikan berkah mereka
Atas beraneka ragam <berlimpah> makanan dan minuman:
‘Maka semoga sanak saudara kita berumur panjang,
‘Oleh karena merekalah kita memiliki perolehan ini;
6.
‘Karena penghormatan bagi kita telah dilakukan,
‘Tak ada pemberi yang pernah kekurangan buah.
’Karena di sana tidak pernah ada pembajakan,
Tidak juga terdapat pengembalaan-ternak apa pun,
7.
Sama juga tidak ada perdagangan,
Tidak juga pertukaran uang emas:
Mahluk halus sanak-saudara yang telah meninggal itu
Hidup di sana dari pemberian yang diberikan di sini;
8.
Seperti air hujan yang tercurah di bukit
Mengalir turun mencapai lembah yang kosong,
Demikianlah pemberian yang diberikan di sini dapat berguna
Bagi setan sanak-saudara yang telah meninggal.
9.
Seperti dasar-sungai yang bila penuh dapat menampung
Air yang turun mengisi lautan,
Demikian pula pemberian yang diberikan di sini dapat berguna
Bagi mahluk halus sanak- keluarga yang telah meninggal.
10.
‘Dahulu dia memberi kepadaku, dia bekerja untukku,
‘Dahulu dia adalah sanak –saudaraku, temanku, sesamaku’.
Maka berikan dana bagi mereka yang telah meninggal,
Dengan mengingat apa yang dahulu biasa mereka lakukan.
11.
Bukan ratap nangis, bukan pula kesedihan,
Bukan berkabung jenis apa pun, menolong
Mereka yang telah meninggal, yang sanakv-saudaranya tetap
(Tidak bisa menolong mereka dengan bertindak) demikian.
12.
Tetapi ketika persembahan ini diberikan
Dan ditempatkan dengan baik di dalam Sangha
Bagi mereka, maka dana itu bisa berguna lama
Bagi mereka di masa depan dan juga segera.
13.
Demikianlah, Dhamma bagi sanak-saudara telah ditunjukkan,
Juga bagaimana penghormatan yang tinggi bagi yang telah meninggal dilakukan,
Dan bagaimana para Bhikkhu dapat pula diberi kekuatan,
Dan bagaimana jasa kebaikan yang besar dapat disimpan olehmu.
Kesimpulan dari semua ini, kita sebagai umat buddhis jangan lupa akan manfaat dari pelimpahan jasa...ini penting mengingat ada makluk di alam Peta, maka ny kalo ditanya ma Bhante mana pun,hantu tuh ada ngk? Pasti jawaban nya ada.
Kan kita tau makna dari pelimpahan jasa...ni ku jelasin..😇
Pelimpahan jasa itu.....hmmm😯 ..ya..inti ny melakukan perbuatan baik atas nama leluhur,orang yang tlah jauh,wafat....
Stlah mengerti,skrg melihat atau mendengar hal hal gaib ya biasa aj...tp jgn ditakuti y..aku pasti terkejut..😆
Ok..sampai disini dulu y..sampai ketemu artikel selanjut nya..by😉.
Rabu, 16 September 2015
Tujuan umat buddhis berdana di hari Kathina
Hari khathina sudah dekat, saat nya umat buddhis berdana kepada bhikhu/i. Membicarakan khathina,pasti harus tahu arti dari khathina ini..
Saya akan membahas dari awal nya dulu ya...
Arti dari Khathina.
Hari Suci Kathina adalah suatu bentuk upacara keagamaan dalam agama buddha yang terpenting. Dimana umat buddha mendapatkan satu kesempatan untuk membaktikan dirinya kepada Sangha dengan memberi persembahan, seperti jubah, dana makan, obat-obatan, serta keperluan yang lainnya dalam mendukung kehidupan dan kelestarian Sangha serta Buddha Dhamma. Sebab itu kathina juga sebagai hari bakti umat buddha kepada sangha.
Ada beberapa hal yang tidak dapat kita pisahkan dengan hari kathina tersebut, yaitu hari persembahan jubah kepada Sangha setiap setahun sekali, setelah para bhikkhu sangha melakukan latihan diri selama masa vassa selama tiga bulan. Massa vassa adalah suatu bentuk latihan dan penggemblengan diri pribadi bhikkhu untuk berlatih pendalaman dhamma melalui meditasi, memanjatkan paritta-paritta suci, introspeksi diri dan lainya. Serta umat Buddha mendapat kesempatan dalam berdana paramita kepada Sangha. Karena dana yang diberika kepada Sangha pada waktu bulan kathina sangat tinggi nilainya, dan merupakan benih kebajikan pada ladang yang subur. Oleh karena itu, marilah kita tanamkan kembali benih yang kita miliki di saat yang istimewa ini dengan berdana kepada Sangha. Adapun syarat yang harus dipenuhi agar dana yang kita persembahkan ini menjadi dan yang bermanfaat, yaitudana yang dipersembahkan tentunya berasal dari hasil perbuatan yang baik dan di dasari dengan kehendak yang baik sebelum, pada saat, serta setelah berdana sehingga dana yang kita persembahkan kepada yang patut menerimanya, akan membawa banyak manfaat.
Begitu pula hari kathina adalah saat yang tepat untuk mengikuti keteladanan dan kegigihkan seorang manusia dalam perjuangan mencapai kesempurnaan atas usaha sendiri. Siddharta bukanlah seorang manusia yang lahir dari dunia mistik, tetapi beliau adalah manusia yang berjuang membangun dirinya secara utuh demi kemanusiaan dan keberhasilan dan beliau telah berhasil. Sejak peristiwa agung penerangan sempurna itulah dikenal sebagai Buddha Sakyamuni. Perjuangan, pengabdiannya dipersembahkan kepada dunia ini adalah kekuatan keyakinan bagi umat Buddha yang tiada habisnya.
Sejarah hari Kathina
Sekilas tentang istilah Kathina berasal dari sebilah bambu atau kayu yang dibuat kerangka dimana kain yang akan dijahit dikembangkan terlebih dahulu. Bhikkhu yang tidak trampil untuk menjahit, melakukan dengan cara demikian. Sang Buddha mengizinkan perpanjangan waktu untuk membuat jubah. Biasanya waktu dalam pembuatan jubah hanya pada waktu terahkir bulan dari masa vassa atau musim hujan dibulan kathika. Jika jubah lagi dikerjakan, maka batas itu diperpanjang sepanjang musim dingin. Terlebih lagi dalam pembuatan jubah bhikkhu merupakan peristiwa yang bersejarah.
Bagi para bhikkhu yang akan melaksanakan kathina harus melaksanakan vassa selama tiga bulan penuh lamanya di satu vihara (avasa) dengan lima atau lebih bhikkhu lainya. Kain yang diserahkan kepada sangha cukup membuat ticivara dan sangha setuju dalam satu hari juga menginformasikan kepada bhikkhu yang diberikan kepada Sangha untuk menyatakan terima kasih atau anumodhana. Kain tersebut tidak diperkenankan kain yang bukan miliknya, misalnya kain pinjaman, atau yang diperoleh dengan tidak benar, tentunya kain yang digunakan itu adalah kain yang didapat secara wajar. Kain itu harus segera dibuat jubah, tidak boleh disimpan semalam. Kain yang telah disimpan satu malam tidak boleh di gunakan untuk kain kathina.
Sangha yang memberikan jubah yang harus paling tidak lima bhikkhu dan tidak boleh kurang dari lima bhikkhu karena salah satu ditunjuk untuk menerima kain kathina dan menjahitnya menjadi jubah dan empat lagi membentuk Sangha. Atthakatha Acariya yang menyusun menjelaskan bahwa kain kathina harus diberikan kepada Sangha kepada bhikkhu yang memakai jubah yang lusuk (tua) jika banyak bhikkhu yang demikian, maka kain Kathina diberikan kepada Bhikkhu yang memiliki vassa yang lebih tinggi. Apabila bhikkhu sama masa vassanya, maka kain kathina diberikan kepada bhikkhu maha purissa.
Hari kathina...kapan?
Nah..ini pertanyaan nya...kapan diadakan?
Hari Kathina merupakan hari raya keempat dalam agama Buddha, merupakan hari perayaan. Perayaan Hari Kathina diadakan sebagai ungkapan perasaan terima kasih umat Buddha kepada anggota Sangha yang telah memberikan bimbingan pada umat. Pada Hari Kathina juga sebagai ucapan “selamat” kepada pada bhikkhu yg telah selesai menjalankan masa vassa selama tiga bulan di suatu vihara. Masa vassa adalah “masa diam” bagi bhikkhu yang dilaksanakan pada sehari setelah Hari Asadha berakhir pada purnama tiga bulan kemudian. Dalam perhitungan Kalender Masehi, biasanya terjadi pada Juli sampai Oktober.
Adapun contoh perhitungan hari kathina sebagai berikut,
Tahun 2014 ini Hari Asadha 2558 (purnama) jatuh pada Jumat 11 Juli 2014. Mulai Sabtu 12 Juli 2014 para bhikkhu memasuki masa vassa sampai purnama 3 bulan kemudian, berarti sampai dengan Rabu 8 Oktober 2014. Purnama 8 Oktober 2014 ini dinamakan Hari Pavarana. Hari ini belum boleh dilaksanakan Upacara Kathina 2558. Mulai esok harinya, Kamis 9 Oktober 2014 selama satu bulan boleh dilaksanakan upacara Kathina di vihara sampai dengan purnama bulan berikutnya yang jatuh pada Jumat, 7 November 2014. Masa satu bulan ini disebut Kathina Kala. Setelah 7 November 2014 Perayaan Kathina 2558 sudah tidak boleh dilakukan lagi.
Sebagai tambahan, pada Hari Pavarana ini menurut “tradisi” agama Buddha dilaksanakan “siripada puja”, atau puja menghormat telapak kaki.Menurut cerita suatu ketika seekor raja naga mohon agar Sang Buddha menganugerahkan suatu kenangan agar para naga dapat senantiasa mengingat beliau. Sang Buddha menekankan kaki (pada) pada sebuah batu, sehingga batu tersebut membentuk “cap” telapak kaki. Karena batu tersebut terendam dalam sungai, maka pelaksanaan Siripada Puja dilaksanakan dengan “melarung” amisa puja (lilin, dupa dan bunga) melalui sungai sebagai symbol menuju batu “bercap” telapak kaki Sang Guru Junjungan.
Demikian ringkasan ,agar kita tahu apa itu hari kathina,dan mengetahui arti hari kathina...
Minggu, 13 September 2015
Frustasi karena cinta
Minggu, 30 Agustus 2015
Doa..! Bisakah terkabul ??
Menurut agama Buddha, manusia bukanlah wayang golek, yang segala sesuatunya diatur dan digerakkan oleh Pak Dalang/Sutradara. Tak ada makhluk lain yang ikut mengatur persoalan nasib seseorang. Namun karena terbelenggu oleh ketidaktahuan, manusia tidak dapat melihat dan merealisasikan potensi yang ada pada dirinya. Mereka lebih suka memohon dan meminta kepada para dewa, sebagai jalan pintas untuk memenuhi segala keinginannya, tanpa mau bersusah payah. Apalagi bila dalam memohon itu dipersembahkan sajian yang mewah dan mahal, maka dianggap akan lebih mempercepat terkabulnya permintaan mereka. Tindakan memohon dan meminta kemurahari hati para Dewa atau Maha Dewa untuk sesuatu inilah yang umum disebut Berdoa.
Umat Buddha memuja Sang Buddha, sama sekali tidak dengan harapan untuk memperoleh hadiah-hadiah duniawi maupun spiritual, seperti: rezeki, harta, pekerjaan, jodoh, keturunan, keselamatan, berkah, diampuni dosanya, sorga, atau pamrih apapun. Bukan juga karena perasaan takut akan hukuman. Kita menghormat dan sujud kepada Sang Buddha karena Beliaulah yang menemukan dan membabarkan Jalan Kebebasan. Karena itu, tidaklah berkelebihan bila Puja Bakti, sembahyang, dalam agama Buddha adalah betul- betul mumi dan tulus.
Dengan mempersembahkan bunga dan dupa di hadapan Buddha Rupang, kita bermaksud membuat diri kita merasa berhadapan langsung dengan Sang Buddha.
Dengan cara demikian kita memperoleh inspirasi dari sifat pribadi Sang Buddha yang mulia, dan menghirup kasih sayang Beliau yang tak terbatas, serta merenungi dan mencoba untuk mengikuti contoh mulia Beliau. Pohon Bodhi juga merupakan lambang pencapaian penerangan sempuma. Obyek-obyek penghormatan luar ini tidak mutlak perlu, dan ini hanya berguna untuk memusatkan pikiran seseorang kala bermeditasi.
Seseorang yang sudah maju tidak memerlukan obyek-obyek luar tersebut Karena dengan mudah ia dapat memusatkan perhatiannya dan menggambarkan Sang Buddha dalam batinnya. Demi kebaikan kita sendiri dan karena rasa terima kasih, maka kita melakukan penghormatan luar seperti itu. Tapi yang diharapkan oleh Sang Buddha dari para pengikutnya bukanlah penghormatan seperti itu. Sang Buddha bersabda; bahwa cara penghormatan yang paling tepat adalah melaksanakan ajaran-Nya dengan baik.
Dalam agama Buddha tidak ada doa-doa permohonan, minta-minta keselamatan, berkah, rezeki, pengampunan, dan lain-lain; baik kepada Dewa, Brahma, Sang Buddha sendiri, ataupun Tuhan. Beliau tak pernah manjanjikan hadiah kepada mereka yang berdoa kepada-Nya. Sang Buddha tidak hanya menyatakan betapa sia-sianya doa-doa permohonan, tapi juga Beliau mencela perbudakan mental seperti itu.
Mengapa Sang Buddha tidak mengajarkan umatnya berdoa atau memohon atau meminta-minta kepada Tuhan, karena Tuhan -Yang Maha Esa- dalam agama Buddha bukanlah suatu pribadi atau makhluk hidup yang menjadi tempat menggantungkan hidup, berdoa, atau memohon. Tuhan dipandang sebagai Tujuan Akhir bagi semua makhluk. Dengan demikian, doa permohonan tidak tepat ditujukan kepada Tuhan dalam pengertian agama Buddha. Sang Buddha telah berhasil menempatkan Tuhan pada proporsi yang sebenamya, yaitu sebagai Dhamma Yang Tertinggi, Yang Tak Bersyarat.
Demikian juga halnya dengan Sang Buddha, karena telah menyadari dan menyelami hakikat Tuhan yang sebenamya, maka Beliau tidak seharusnya dipaksa untuk mengurusi hat-hal duniawi. Umpamanya, dengan menjadikannya sebagai cukong yang senang berdagang kesejahteraan atau kebahagiaan; ataupun sebagai hakim yang dapat disuap dengan doa-doa, puji-pujian, maupun persembahan kurban. Sebagai Guru yang menganjurkan Ehipassiko, maka mengapa Sang Buddha tidak mengajarkan doa permohonan/minta-minta, dapat dikaji dari manfaat atau kegunaan doa yang demikian itu.
Untuk mengkaji manfaatnya, kita dapat membuat suatu analogi yang sederhana.
Ada tiga orang petani, menanam jagung dengan faktor-faktor penunjang tanah, air, cuaca, perawatan, dl1- yang sama. Tapi:
- Si A, berdoa siang malam, agar biji jagung yang ditanam tumbuh menjadi pohon mangga.
- Si B, berdoa agar biji jagung itu tumbuh menjadi pohon jagung.
- Si C, tidak berdoa, karena yakin "segala sesuatu itu akan tumbuh dan berbuah sesuai dengan benih yang ditanam".
Adakah yang mampu mengabulkan doa/permohonan si A? Rasanya penjelasan lewat analogi tersebut sudah sangat gamblang. Doa hanya terkabul bila pas dan sesuai dengan benih / karma / perbuatan kita; yang sebetulnya tanpa didoakan/dimohonkan/diminta juga pasti akan terkabul. Untuk membuat keinginan kita terkabul, sebab yang tepat mesti kita miliki atau ciptakan. Berdoa, itu boleh dan bisa saja, seperti kita boleh/bisa menebar pupuk, menyiram dengan air, tapi jika tidak menebar benih, maka tak ada yang tumbuh. Doa permohonan menjadi sia-sia bila kita tidak memiliki simpanan karma balk, tidak memiliki penyebab terkabulnya doa permohonan kita.
Sang Buddha saat menjelaskan bagaimana hukum sebab-akibat bekerja dalam pikiran kita, menyatakan bahwa membunuh akan menyebabkan antara lain, berusia pendek. Menghindari pembunuhan, akan menyebabkan usia panjang dan bebas dari penyakit Bila kita gagal mengikuti nasihat yang paling mendasar ini, tetapi tetap berdoa agar berumur panjang dan memiliki kesehatan yang balk, kita telah salah tafsir. Sebaliknya bila di masa lalu seseorang telah menghindari pembunuhan, menyelamatkan nyawa seseorang atau makhluk lain, maka harapannya mungkin bisa terpenuhi.
Dengan cara yang sama, Sang Buddha mengatakan bahwa kemurahan hati merupakan awal dari kekayaan. Jika kita murah hati pada kehidupan yang lalu, dan sekarang berharap agar kekayaan kita bertambah, maka keuangan kita bisa berkembang. Sebaliknya bila kita kikir saat ini, kita sedang menciptakan sebab dari kemiskinan kita di masa mendatang!
Bila ada yang merasa doanya terkabul, maka terkabulnya doa itu sesungguhnya karena ia memiliki sebabnya. Ia mempunyai tabungan karma baik di kehidupannya yang dulu, atau karena usahanya pada kehidupannya sekarang ini. Untuk itu beberapa agama cenderung merangkaikan kata doa menjadi "Berdoa dan bekerja". Kita tentu menyetujui bahwa yang menjadi penentu terpenuhinya keinginan kita adalah kata "bekerja". Sebab, bekerja tanpa berdoa, keinginan kita masih bisa tercapai. Tapi kalau berdoa saja tanpa bekerja, hasilnya tidak pasti.
Apakah semua ini berarti bahwa doa permohonan adalah satu hal yang sama sekali tidak berguna?
Walaupun jelas doa itu sendiri tak bisa mengabulkan keinginan kita, tentu tak bisa dikatakan 'mutlak sia-sia'. Karena bagaimanapun juga, berdoa jauh lebih baik daripada melamun dengan pikiran kosong, apalagi berbohong, mencuri, mabuk-mabukan, atau perbuatan buruk lainnya. Alih-alih mengajarkan doa-doa permohonan yang sia-sia, Sang Buddha mengajarkan Meditasi. Meditasi bukanlah berdiam diri melamun atau mengosongkan pikiran. Meditasi adalah perjuangan pikiran, latihan pengendalian pikiran; mengesampingkan segala pikiran dan nafsu keinginan yang rendah dan egois, mengendapkan kekotoran batin sehingga pikiran menjadi tenang. Makin maju tingkat meditasi kita, makin tenang, jemih, dan terang pikiran kita.
Dengan pikiran yang jernih, tentu kita menjadi lebih waspada, bijaksana, dan lebih bisa membedakan antara yang semu dengan yang sejati. Pada tahap lebih lanjut, ini akan mengubah cara berpikir kita, mengubah pandangan dan tabiat kita menjadi lebih baik. Cara berpikir dan tabiat yang baik tentu membuat tindakan kita pun menjadi baik. Otomatis kelak kita akan memetik kebahagiaan, walaupun kita tidak berdoa, memohon, atau meminta. Meditasi merupakan cara sembahyang yang paling mudah dan bersih, karena tidak mewajibkan seseorang untuk mengucapkan apa-apa yang tidak ia mengerti. Tidak memperbesar keinginan atau keegoisan dengan permohonan atau permintaan untuk kepentingan/keuntungan diri sendiri.
Apakah berarti Dewa tidak bisa menolong manusia?
Jangankan Dewa, manusia pun bisa menolong, tetapi bantuan atau pertolongan itu tidak terlepas dari karma kita sendiri, baik pada kehidupan yang lampau maupun yang sekarang. Dewa yang kita mohoni, hanya mampu menyediakan situasi agar karma baik kita bisa tumbuh dan masak.
Bagaimana Dewa bisa menolong?
Apabila moral dan batin kita bersih, otomatis para Dewa suka berada di dekat kita. Tanpa diminta pun, mereka akan berusaha membantu kita. Memberi firasat, menghalangi makhluk jahat atau 'black-magic' yang ingin mengganggu. Tapi kalau memang karma buruk kita yang lampau telah masak dan situasi serta kondisinya mendukung, maka siapa pun tak sanggup menolong lagi.
Dalam arti sejati:
"Diri sendiri sesungguhnya pelindung bagi diri sendiri. Karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya? Setelah seseorang dapat melatih dirinya dengan baik, maka ia akan memperoleh suatu perlindungan yang sukar diperoleh". Walau tak ada larangan untuk meminta pertolongan kepada para Dewa, umat Buddha tidak seharusnya menggantungkan hidupnya kepada para Dewa. Kemandirian seharusnya menjadi sikap yang utama. Sebab manusia mempunyai potensi tinggi untuk memenuhi kebutuhannya. Hanya karena ketidaktahuannya atau kebodohannya yang sangat dalam itulah, maka manusia gagal untuk menyadari kemampuan tersebut.
Perlu diketahui bahwa pertolongan yang dapat diberikan oleh para Dewa maupun makhluk lain hanyalah terbatas pada pertolongan yang bersifat duniawi, tidak kekal, bisa musnah, bisa hilang; sehingga akhimya bisa menimbulkan penyesalan dan kedukaan. Sedangkan kesucian, kebahagiaan sejati, dan kesempurnaan, hanya dapat dicapai melalui usaha dan perjuangan sendiri. Sekarang mungkin timbul pertanyaan, "Kalau memang agama Buddha tidak mengenal ajaran tentang doa, permohonan, atau minta-minta, lalu apa yang dilakukan atau diucapkan oleh umat Buddha saat sembahyang?"
Sang Buddha mengajarkan agar kita memperbaiki yang ada di dalam diri kita sendiri, mengikis Lobha (Keserakahan), Dosa (Kebencian), dan Moha (Kebodohan batin). Makin bersih batin kita, makin mampu kita menahan diri dari perbuatan salah; yang berarti makin sedikit buah-buah pahit yang bakal kita terima. Yang diucapkan waktu sembahyang adalah PARITTA atau SUTTA. Dengan mengucapkan paritta atau sutta, pikiran dan ucapan diarahkan untuk berpikir dan berucap yang balk. Itu berarti membuat karma baik lewat pikiran dan ucapan. Makna atau tujuan kita mengucapkan paritta adalah sebagai pengulangan terhadap Ajaran Sang Buddha, agar kita selalu ingat terhadap Dhamma Sang Buddha, selalu ingat kepada sila (kemoralan), kepada sifat-sifat luhur Buddha, Dhamma, dan Sangha. Dan pada akhrinya ini memberi kita semangat, penguat tekad, pembangkit usaha untuk melaksanakan Dhamma, serta sebagai pengantar yang menenangkan untuk memulai meditasi.
Umat Buddha menyatakan berlindung kepada Triratna – Buddha, Dhamma, dan Sangha. Hal ini jangan diartikan sebagai perlindungan yang pasif, karena "berlindung" di sini merupakan pernyataan tekad, janji kepada diri sendiri untuk mempelajari, mempraktikkan Buddha Dhamma sampai akhimya mencapai Tujuan. Jadi terlindung tidaknya, tergantung dari praktik Dhamma kita sendiri; sama sekali tidak terkandung pengertian agar Tiratana menyelamatkan kita, tanpa kita perlu mempraktikkan Dhamma itu sendiri.
Ada juga Paritta yang mirip doa, berisi harapan, memang. Tetapi jelas itu tidak bisa disebut doa, memohon, atau meminta, karena sebetulnya itu adalah PATTIDANA atau Pelimpahan Jasa. Terkabul atau tidaknya harapan itu tergantung pada karma masing-masing. Bukan tergantung pada belas kasihan suatu makhluk. Ada juga yang bermakna ADITTHANA, tekad, untuk mewujudkan harapan itu dengan jalan melaksanakan Dhamma.
Bila kita tak bisa membaca paritta, karena sebagai pemula, maka kita bisa mengucapkan: "Semoga semua makhluk berbahagia". Kalimat itu diulang-ulang terus. Bila hal itu sering kita lakukan dan hayati, maka batin kita akan diliputi oleh rasa cinta kasih (metta). Bila kita hendak melakukan perbuatan/karma buruk yang merugikan makhluk lain, kita cepat menyadari. "Baru saja saya mendoakan agar semua makhluk berbahagia, mengapa sekarang saya ingin menyakiti orang/makhluk lain?" Karma buruk batal kita laksanakan, buah buruk pun tak bakal kita rasakan. "Sembahyang, Puja Bakti, dalam agama Buddha bukan untuk memaksakan keinginan kita, atau mengubah apa yang ada di luar diri kita, tapi untuk mengubah apa yang ada di dalam diri kita, mengikis kekotoran batin; Lobha (Keserakahan), Dosa (Kebencian), dan Moha (Kebodohan batin)".
Persembahan, boleh atau dilarang?
Masalahnya bukan boleh atau dilarang, tetapi bermanfaat tidaknya tindakan itu. Sang Buddha tidak pemah melarang umat awam; Sang Buddha hanya memberitahukan akibat, pahala, dan konsekuensi dari suatu tindakan. Kita sujud dan melakukan persembahan, bukanlah karena Sang Buddha memerlukan, meminta, merasa berhak, apalagi mengharuskan. Seseorang yang telah menyucikan pikirannya dan menikmati kebahagiaan yang datang dari kebijaksanaan dan Kebahagiaan Sejati, sama sekali tidak memerlukan apa-apa dari luar dirinya untuk dapat menjadi bahagia. Dan... Sang Buddha sebetulnya tidak memerlukan atau pun memperoleh apa-apa dari persembahan kita!
Apakah ini berarti persembahan kita sia-sia?
Yang mendapatkan manfaat dari persembahan kita sesungguhnya adalah diri kita sendiri. Kita yang belum meraih kesucian, tentu memiliki kemelekatan dan kekikiran. Selalu merasa kurang dan haus. Ini membuat pikiran. kita tidak tenang, mendorong kita untuk menghalalkan segala cara untuk mernperoleh yang kita inginkan. Untuk mengikis kemelekatan dan kekikiran itu, salah satu caranya adalah melaksanakan persembahan atau berdana. Memberi tanpa merasa kehilangan. Hal ini memberikan potensi positif dan mengembangkan pikiran kita, yang selanjutnya memperbaiki tindakan kita.
Bagaimana dengan persembahan hewan kurban?
Sang Buddha sebagai Guru para Dewa dan manusia, tidak terlalu mengagung-agungkan kehidupan para Dewa, tapi juga tidak terlalu merendahkan kehidupan binatang. Sang Buddha hanya menempatkan pada proporsi yang sebenarnya saja. Memberikan komentar tentang persembahan kurban, Sang Buddha menyatakan: "Barang siapa mencari kebahagiaan bagi dirinya sendiri dengan menganiaya makhluk lain yang juga mendambakan kebahagiaan, tidak akan memperoleh kebahagiaan setelah kematian ".
Bagaimana dengan "doa kaul"?
Doa kaul adalah doa sejenis doa dengan memberikan janji atau berikrar.
"Tuhan/Dewa, berilah kami rezeki/makanan/anak. Kalau doa kami dikabulkan, kami akan mempersembahkan ayam panggang 10 ekor". Secara sadar atau tidak, doa itu bermakna; "Tuhan/Dewa, berilah kami rezeki/makanan/anak, kalau Tuhan/Dewa berikan, nanti saya beri ayam panggang. Tapi kalau Tuhan/Dewa tidak beri, saya juga tidak jadi memberi ayam panggang". Bila Tuhan/Dewa yang kita sembah mampu memberi kita apapun yang kita minta, apakah kita tidak salah kaprah dengan menjanjikan sesuatu kepadanya? Ibarat kita menjanjikan uang sepuluh ribu rupiah kepada Om Liem, bila Om Liem mau mengabulkan permintaan kita...
Bagaimana "kaul" secara Buddhis?
Berdana, berbuat baik dulu, baru lalu mengharap, "Semoga dengan kebaikan yang saya lakukan ini, saya bisa mendapatkan kebahagiaan/rezeki/makanan/anak". Jadi, tanam dulu benih jagung kita, baru kita bisa berharap memanen jagung. Kalau kita menanam -mendanakan- sebutir jagung, kelak kita akan mendapatkan hasil, pahalanya berbutir-butir. Kalau kita berharap panen dulu baru kelak menanam, berarti kita perlu banyak belajar dari pak tani.
Semoga dengan tulisan ini kita bisa memperbaiki cara kita bersembahyang.